Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyatakan pihaknya siap memberantas mafia tambang. Kesiapan Ghufron ini menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md yang menyebut ingin menggandeng KPK memberantas mafia tambang.
"KPK tentu akan menyambut baik inisiasi Menko Polhukam untuk menyelesaikan kebocoran penerimaan negara dari sektor tambang, atau sektor lainnya dalam hal kebocoran tersebut diduga karena adanya dugaan korupsi," ujar Ghufron dalam keterangannya, Senin (7/11/2022).
Ghufron menyebut pihaknya sudah melakukan beberapa kajian dalam dunia tambang, khususnya batubara. Tak hanya itu, pihaknya juga telah melakukan perbaikan sistem melalui Sistem Informasi Pengelolaan Batubara (Simbara).
Advertisement
"Harapannya rantai proses bisnis batubara lebih pasti, transparan serta pemenuhan kebutuhan dalam negeri didahulukan dengan mematuhi DMO (Domestic Market Obligation)," kata Ghufron.
Baca Juga
Senada dengan Ghufron, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga menyambut baik inisiasi Mahfud Md. Menurut Alex, pihaknya juga sudah memonitor tata kelola pertambangan dan perkebunan sawit.
"KPK lewat korsup sektor SDA memonitor tatakelola pertambangan dan perkebunan sawit," kata Alex.
Sebelumnya, Mahfud Md menyebut akan berkoordinasi dengan KPK untuk mengusut mafia tambang yang ada di Indonesia. Mahfud menyebut akan menyerahkan data-data yang dibutuhkan agar KPK segera memberantas mafia tambang.
"Nanti saya akan koordinasi dengan KPK untuk membuka file tentang modus korupsi dan mafia di pertambangan, perikanan, kehutanan, pangan, dan lain-lain," kata Mahfud.
Pernyataan Mahfud ini berawal dari perkaraan mantan anggota Polri Ismail Bolong yang menyebut sempat memberi uang setoran hasil tambang ilegal kepada Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Belakangan, Ismail menarik pernyataannya tersebut.
"Saya klarifikiasi bahwa berita itu tidak benar. Dan saya pastikan berita itu saya tidak pernah memberi kasih kepada kabareskim, apalagi memberi uang, saya tidak kenal," ujar Ismail dalam keterangannya dikutip Senin (7/11/2022).
Ismail yang mengaku sudan pensiun dini dari Polri sejak Juli 2022 ini meminta maaf kepada Agus Andrianto atas pernyataannya sebelumnya. Pernyataannya itu sempat viral di media sosial.
Â
Mengaku dalam Tekanan
Ismail menyebut saat memberikan pernyataan itu dirinya dalam tekanan. Dia menyeret nama mantan Karopaminal Divpropam Polri Brigjen Hendra Kurniawan yang kini menjadi tersangka obstruction of justice kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Saya jelaskan bahwa pada bulan Februari datang anggota Mabes Polri memeriksa saya untuk testimoni kepada Kabareskim dengan penuh tekanan dari Brigjen Hendra. Saya klarifikasi melalui handphone, dengan mengancam akan bawa ke Jakarta kalau enggak melakukan testimoni," kata dia.
Dia menceritakan, kejadian itu terjadi di Polda sejak pukul 22.00 WIB hingga pukul 02.00 WIB. Namun dia tidak menjelaskan detail waktu dan lokasi pastinya.
"Habis itu saya tidak bisa bicara tetap diintimidasi Brigjen Hendra saat itu. Dan Mabes memutuskan membawa ke salah satu hotel di Balikpapan. Di hotel sudah disodorkan untuk baca itu, ada kertas sudah ditulis tangan oleh Palminal Mabes dan direkam oleh ponsel anggota Mabes Polri," kata dia.
Â
Advertisement
Tak Kenal Kabareskrim
Dia memastikan bahwa dirinya memberikan testiomoni yang akhirnya viral lantaran dalam tekanan. Dia menegaskan tak pernah mengenal dan memberikan uang kepada Kabareskrim.
"Saya ditelpon oleh Brigjen Hendra tiga kali melalui hp. 'Kamu harus bikin testimoni' katanya. Saya tidak bisa bicara. Akhirnya pindah di hotel sudah ada kertas untuk membaca isinya itu. Saya mohon maaf kepada Kabareskim atas berita viral sekarang," kata dia.
Dia menyebut, saat itu Brigjen Hendra mengancam jika tidak memberikan testomoni seperti tertulis di kertas akan dibawa ke Mabes Polri. Dia menyebut, setelah memberikan testimoni dirinya menyatakan mundur dari Korps Bhayangkara.
"Setelah kejadian itu, dengan adanya kejadian saat Februari mengintimasi, Pak Hendra, saya mengajukan keluar. Bulan empat saya mengajukan, disetujui bulan Juli. Tanggal 1 disetujui. Jadi sekali lagi saya mohon maaf kepada Kabareskim atas kejadian viral di medsos. Tentu ini semua karena pemberitaan-pemberitaan yang tidak benar. Saya dalam tekanan saat diperiksa Mabes. Terima kasih," kata dia.